Beberapa hari yang lalu, saya batuk pilek, jadinya kepengen minum yang anget-anget macem wedang jahe di angkringan. Jadilah tengah malam saya meluncur ke angkringan langganan saya.
Angkringan langganan saya ini memang istimewa. Rasa sate-sate jeroannya bener-bener otentik tradisionil. Rasa manisnya pas seperti di kampung, tapi gak lebay. Minuman jahenya juga paling mantab. Saya sudah keliling cobain semua angkringan di sekitar rumah saya, gak ada yang lebih mantab dari angkringan ini. Keistimewaan lain, sellernya ini asyik di ajak ngobrol dan tuker pikiran. Walaupun, kadang dia memang keras kepala. Sekali-kali saya jadi pendengar dia lah.
Jadi, waktu itu saya komplain ke dia, kenapa kok gak pakai QRiS. Zaman udah modern. Saya pun tipikal yang malas bawa duit cash. Karena kalau bawa duit cash banyak-banyak, saya harus ke ATM dulu. Butuh effort ke sana: bensin, parkir, waktu, belum kalau ATM nya ternyata out-of-service (entah kenapa, lagi banyak banget ATM yang kehabisan duit cash, mungkin karena mau lebaran).
Jawaban si Mas seller ini, intinya karena dia sudah cukup dengan teknologi yang ada: uang cash. Gak salah juga sih. Tapi kan orang yang mau ke situ harus effort dulu. Jadilah dia ada potensi kehilangan pelanggan pecinta cashless.
Saya juga tanya, kenapa gak buka cabang? Singkat cerita, dia gak mau buka cabang karena gak mau pusing dan mumet mikirin gajian pegawai, sewa tempat lain, mikirin kejujuran pegawai, gak mau jadi capek juga kegiatan masak buat angkringan, belum lagi kalau capek malah ribut sama istrinya, dan seterusnya.
Salah kah pilihan dia? Enggak juga lah. Kan tiap orang punya hak. Tapi ada satu fakta menarik, angkringan dia makin sepi. Padahal secara kualitas, dia tetep terbaik di se-kecamatan itu. Kenapa? Ya karena ada hal-hal yang dia tidak bisa beradaptasi. Mulai dari teknologi pembayaran, sampai harga. Banyak angkringan terima QRiS, dia tidak mau. Banyak angkringan kasih harga lebih murah, ya dia boleh lah tetep bertahan di harga segitu... tapi resiko kalah saing kan? Bagusnya dia adaptasi dengan bikin porsi kecil. Belum lagi, angkringan lain banyak variasi. Dia tidak mau mengembangkan variasinya.
Harusnya, kita belajar dari komodo dan beberapa hewan purba lain yang masih bertahan seperti buaya dan ular. Kenapa mereka bisa bertahan sampai sekarang? Karena mereka bisa adaptasi. Bahkan, saking bisa adaptasinya, komodo bisa hidup dengan makan bangkai. Komodo juga bisa berenang menyeberang lautan. Jadi, jangan heran kalau nanti pulau yang dihuni komodo makin rusak, lalu mereka ekspansi ke Bali atau bahkan ke Pulau Jawa.
Beda dengan dinosaurus. Sebagian besar dinosaurus diyakini punah karena mereka tidak bisa beradaptasi. Kalau makannya daging kuda-saurus, dan kuda-saurus gak ada lagi, mereka gak mau adaptasi dengan makan ikan-saurus dan saurus-saurus lain.
Sekarang, kita mau terus bertahan dalam hidup atau enggak? Kalau mau, jadilah seperti komodo, jago dalam beradaptasi.
Saya yakin, kalau komodo di lepas di Jakarta atau New York sekali pun, dia pasti akan baik-baik saja, karena bisa beradaptasi. Mungkin dia akan tidur di kolong-kolong jembatan dan makan ikan-sapu plus cemilan tikus got.
